Jakarta, Kompas 9 Juni- Untuk mengantisipasi plagiarisme, perguruan tinggi harus mengutamakan transparansi bidang akademik. Caranya, memublikasikan karya ilmiah mahasiswa dan dosen secara online.
”Salah satunya melalui situs jurnal Garba Rujukan Digital Nusantara atau Garuda yang telah dibuat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sejak dua tahun lalu,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Kamis (7/6), di Jakarta. ”Kuncinya, transparansi akademik. Selama hanya dipakai untuk kalangan internal, peluang plagiarisme terbuka lebar,” ujarnya.
Ia menanggapi maraknya kembali plagiarisme yang terjadi di perguruan tinggi. Saat ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud sedang menyelidiki dugaan kasus plagiarisme yang terjadi di perguruan tinggi negeri, termasuk di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Di perguruan tinggi itu terdapat dua kasus dugaan plagiarisme. Pertama, skripsi karya Sarika, mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi, yang dijiplak dan diklaim menjadi hasil penelitian salah seorang dosennya.
Kasus kedua, skripsi mahasiswa bernama Muhammad Sidik yang diduga dijiplak kemudian diklaim sebagai karya dosen dan dikirim ke jurnal ilmiah.
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat, Selasa (5/6), menyatakan, dosen yang terbukti melakukan plagiarisme sudah dijatuhi sanksi.
Tidak dipublikasikan
Nuh menambahkan, kasus-kasus plagiarisme yang muncul selama ini sebagian besar karya tulis yang tidak dipublikasikan.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud Djoko Santoso menambahkan, karena sudah ada situs Garuda, perguruan tinggi sebenarnya tidak perlu membuat situs atau sistem yang lain.
Menurut Nuh, di dalam sistem Garuda itu, selain sebagai penyimpan data jurnal, juga menjadi mesin pencari. ”Sistem ini juga mempermudah penilai karya. Ada metode untuk melacak penyimpangan,” kata Nuh.
Lody Paat, Koordinator Koalisi Pendidikan, mengatakan, plagiarisme yang dilakukan dosen, salah satunya demi untuk memenuhi syarat kenaikan pangkat golongan. Karena itu, dosen mestinya jangan hanya disibukkan dengan urusan administratif.(LUK/EL
”Salah satunya melalui situs jurnal Garba Rujukan Digital Nusantara atau Garuda yang telah dibuat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sejak dua tahun lalu,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Kamis (7/6), di Jakarta. ”Kuncinya, transparansi akademik. Selama hanya dipakai untuk kalangan internal, peluang plagiarisme terbuka lebar,” ujarnya.
Ia menanggapi maraknya kembali plagiarisme yang terjadi di perguruan tinggi. Saat ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud sedang menyelidiki dugaan kasus plagiarisme yang terjadi di perguruan tinggi negeri, termasuk di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Di perguruan tinggi itu terdapat dua kasus dugaan plagiarisme. Pertama, skripsi karya Sarika, mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi, yang dijiplak dan diklaim menjadi hasil penelitian salah seorang dosennya.
Kasus kedua, skripsi mahasiswa bernama Muhammad Sidik yang diduga dijiplak kemudian diklaim sebagai karya dosen dan dikirim ke jurnal ilmiah.
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat, Selasa (5/6), menyatakan, dosen yang terbukti melakukan plagiarisme sudah dijatuhi sanksi.
Tidak dipublikasikan
Nuh menambahkan, kasus-kasus plagiarisme yang muncul selama ini sebagian besar karya tulis yang tidak dipublikasikan.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud Djoko Santoso menambahkan, karena sudah ada situs Garuda, perguruan tinggi sebenarnya tidak perlu membuat situs atau sistem yang lain.
Menurut Nuh, di dalam sistem Garuda itu, selain sebagai penyimpan data jurnal, juga menjadi mesin pencari. ”Sistem ini juga mempermudah penilai karya. Ada metode untuk melacak penyimpangan,” kata Nuh.
Lody Paat, Koordinator Koalisi Pendidikan, mengatakan, plagiarisme yang dilakukan dosen, salah satunya demi untuk memenuhi syarat kenaikan pangkat golongan. Karena itu, dosen mestinya jangan hanya disibukkan dengan urusan administratif.(LUK/EL